
Komisioner LMKN Ikke Nurjanah menegaskan penyanyi Kafe tak perlu membayar royalti dari lagu yang dinyanyikan.
Isu royalti musik di kafe dan restoran kerap menimbulkan salah paham di kalangan pemusik. Banyak yang mengira bahwa penyanyi atau musisi yang tampil di tempat umum wajib membayar royalti atas lagu yang dibawakan.
Faktanya, menurut Komisioner LMKN Ikke Nurjanah, beban pembayaran royalti tidak dibebankan kepada penyanyi atau musisi. Justru pemilik usaha sebagai pengguna karya musiklah yang wajib membayar royalti sesuai aturan yang berlaku.
Komisioner LMKN Tegaskan Kewajiban Ada di Pemilik Usaha
Komisioner LMKN Ikke Nurjanah menegaskan bahwa penyanyi dan pemusik yang tampil di kafe atau restoran tidak memiliki kewajiban membayar royalti.
“Pemusik dan penyanyi tidak dibebankan untuk melakukan pembayaran royalti, karena yang wajib memperoleh izin serta melakukan pembayaran royalti adalah pemilik usaha,” ujarnya dikutip melalui ANTARA pada Selasa, (05/07/2025).
Ketentuan ini merujuk pada pasal 87 ayat 2, 3, dan 4 Undang-Undang Hak Cipta. Dalam aturan tersebut, kewajiban membayar royalti dibebankan kepada pengguna karya, dalam hal ini pemilik usaha, melalui LMK.
Baca Juga: Kemnaker Bakal Cabut Izin Perusahaan yang Tahan Ijazah!
Ikke menjelaskan bahwa pembayaran royalti performing rights atau hak pertunjukan sudah diatur dalam SK Menteri Hukum dan HAM No. HKI.2.OT.03.01-02 tahun 2016. Performing rights adalah hak untuk menampilkan karya lagu dan musik di ruang publik.
LMKN memberikan lisensi pemutaran dan penampilan lagu kepada pengelola tempat setelah kewajiban pembayaran royalti dipenuhi. Dengan lisensi tersebut, penggunaan karya musik di kafe atau restoran menjadi sah secara hukum.
“Pada prinsipnya, selama hampir 10 tahun terakhir penarikan royalti ini sudah berjalan,” kata Komisioner LMKN Ikke Nurjanah.
Ia menambahkan bahwa hasil penarikan royalti masih jauh dari potensi maksimal.
Menurutnya, royalti performing rights adalah bentuk apresiasi kepada pemegang hak cipta yang karyanya diperdengarkan di ruang publik.
“Tidak dapat dipungkiri juga bahwa lagu dan musik telah menjadi nilai tambah di hotel, restoran, dan kafe tersebut,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa tarif royalti sudah disusun melalui kajian mendalam. Pertimbangan tarif mencakup regulasi internasional, kondisi regional, serta sosio-demografi Indonesia.
Komisioner LMKN juga mengajak pelaku usaha untuk menghubungi LMKN guna memperoleh informasi lengkap soal lisensi dan prosedur pembayaran royalti.
“Kami sangat terbuka untuk berkomunikasi, berdiskusi, serta siap memfasilitasi tanpa ada niat untuk memberatkan,” tutupnya.***